Kamis, 19 April 2012

Kutipan dari Wakil Ketua Sebersy

Ini kisah ketikan langsung dari wakil ketua Sebersy 2012, Dara Pratiwi, dalam blog pribadinya.
Oke, sekarang kita kembali ke anak-anak di Sekolah Bersama.
Selain mengajak ke tempat favorite mereka bermain, kami juga diajak melihat tempat bekas penggilingan (entah itu penggilingan apa..), kemudian kami juga diajak melewati jembatan yang terbuat dari bambu yang bisa digoyang-goyang (ekstrim juga mainan anak-anak ini hehe), dan mereka juga menunjukan beberapa rumah anak-anak yang ikut belajar di sekolah kami. Ini yang paling membuat terenyuh, ada beberapa rumah yang memang kondisinya sudah tidak layak huni. Ini membuat saya menarik nafas dalam-dalam dan kembali berpikir sejenak...

Memang, untuk bisa memiliki rasa empati yang tinggi mungkin harus dimulai dengan banyak bergaul bersama orang-orang yang kehidupannya tidak seberuntung kita. Merekalah yang bisa mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas apa yang sudah Allah SWT beri. Mereka, dengan kehidupan yang serba pas-pasan bahkan seringkali kekurangan saja masih bisa tertawa lepas, bermain dengan ceria, semangat belajar, seakan-akan mereka hidup tanpa beban. Sedangkan kita yang berkecukupan terkadang masih banyak yang tidak bisa bersyukur, selalu mengeluh dan merasa kurang. Kita boleh melihat ke atas, tapi jadikan itu sebagai sarana untuk memotivasi diri agar bisa menjadi lebih baik, bukan untuk meratapi nasib yang tak kunjung membaik dan seberuntung mereka. 

Selain berkeliling melihat desa mereka, beberapa pengajar juga mengadakan sesi curhat dengan beberapa anak. Saya dan Ila tertarik dengan seorang anak yang sejak awal hanya diam dan duduk di mulut jendela sambil memperhatikan teman-temannya. Kata teman-temannya, namanya Adi. Karena penasaran saya dan Ila mengajak anak ini berbicara, tapi tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Pokoknya anak ini berbeda dengan anak-anak lain yang cenderung tidak bisa diam dan bawel-bawel hehe.. Ternyata, kata teman-temannya, anak ini sering dipukuli dan disiksa oleh ibunya. Bahkan ibunya sering kali menyuruh anak ini mencuri. Nyesss... hati saya bagai ditonjok ribuan besi baja. Pingin banget nangis rasanya. Memang terlihat dari matanya kalau anak ini seperti kehilangan sesuatu, kehilangan kasih sayang dari seorang ibu. Saya jadi teringat kisah "A Man Named Daved", salah satu novel favorite saya yang diangkat dari kisah nyata. Dave adalah seorang korban child abuse, tapi mungkin Dave lebih parah keadaannya. Wallahualam juga sih. Tapi yang pasti saya sediiiih sekali melihat anak ini. Dia terlihat sangat takut dengan orang-orang di sekitarnya, mungkin juga self confidence anak ini rendah. Dan saya khawatir juga kalau anak ini jadi tidak mempunyai self esteem yang positif, sehingga bisa berpengaruh untuk masa depannya. Sewaktu kami menawarkan makanan pada anak ini, ia juga hanya bisa menggelengkan kepala dengan lamban. Sampai teman-temannya yang berteriak, "Adi, ambil aja atuh, gapapa..". Dan akhirnya kamilah yang harus meraih dan meletakan makanan itu ke tangannya. Dan sewaktu kami ajak untuk makan bersama, ia hanya menggeleng enggan dan pergi keluar dari rumah kontrakan kami tanpa alas kaki. Saat itu, barulah teman-temannya bilang kalau Adi memang jarang makan di rumah, kalau makan selalu numpang di rumah tetangga. Huaaaa, kasihan anak ini. Pingin banget rasanya meluk dia, tapi disentuh pun Ia menjauh. 

Ternyata hal ini tidak hanya terjadi pada satu anak, ada beberapa anak baru lainnya yang juga mengalami nasib serupa. Idris dan Fitri, mereka kakak beradik. Keduanya sudah tidak bersekolah. Bahkan Idris dikeluarkan dari sekolah karena tidak bisa membayar uang seragam dan buku. Ya Allah, masih ada ya kepala sekolah yang tega seperti itu? Kemalangan kakak beradik ini juga tidak berhenti sampai disini saja, mereka berdua ternyata harus mencari uang hingga larut malam. Kalau mereka tidak berhasil mendapatkan uang, maka ayah mereka tidak akan memberi mereka makan, tidak memperbolehkan mereka pulang ke rumah, bahkan tidak jarang juga mereka dipukuli. Huaaaa, semakin pingin nangis dengernya. Padahal anak-anak itu adalah titipan Allah yang seharusnya dijaga, disayang, dirawat dan dididik dengan baik. 

Kemarin kami memang mendapatkan beberapa hal yang membuat kami merasa punya banyak 'PR'. Selain 'PR' untuk membenahi kondisi psikologis, melarang beberapa anak untuk bekerja dan memberi pemahaman dengan para orang tua anak-anak itu, kmai juga perlu lebih banyak memberikan pemahaman agama dan budi pekerti agar mereka bisa menjadi pribadi yang berakhlak baik ke depannya. Ya, ini adalah tantangan besar bagi para pengurus dan pengajar di Sekolah Bersama. Semangat teman-teman ku di Sekolah Bersama. Kita pasti bisa membuat anak-anak ini menjadi lebih baik, sesuai dengan visi misi dan semua program kita! Semangaaaat! Kalau ada kemauan pasti ada jalan, amiiiin...
 Ini beberapa dokumentasi kami selama April 2012 :





2 komentar:

  1. saya sepakat inti dari visi misi Sekolah Bersama Yuk, bahwa pendidikan tidak hanya melahirkan cendikiawan melainkan kualitas akal budi dan kejujuran. ok sukses selalu ya...

    di tunggu kunjungannya di http://nationblank.blogspot.com

    BalasHapus